• rss

Seni Bangreng Sebagai Sarana Upacara Tradisi

arsip kula|Sabtu, 13 November 2010|07.15
fb tweet g+
Bangreng sebagai sarana upacara syukuran ngayun orok (selamatan 40 hari kelahiran bayi, tradisi yang telah mengakar dan masih tumbuh di masyarakat. Tata cara pertunjukan khusus untuk upacara, harus benar-benar dipersiapkan, misalnya penyajian sesajen yang lengkap. Penyajian sesajen merupakan tradisi ritus masyarakat sunda yang disebut Nyuguh. Nyuguh adalah kepercayaan persembahan pada para leluhur (karuhun), dengan sarana aneka makanan, minuman dan perlengkapan lainnya. Tujuan diadakan nyuguh yaitu pemberian penghormatan kepada leluhur dan roh gaib dan memohon restu agar segala maksud yang diinginkan dan sedang dilaksanakan dapat terkabul serta terhindar dari malapetaka.

Dalam pertunjukkan seni bangreng biasanya nyuguh , diletakkan dalam tiga tempat, yaitu:
- Perwanten untuk bangreng disimpan di panggung, diletakkan didepan penabuh/nayagan.
- Perwanten pangradinan, panyinglar, disimpan dikamar kecil tempat menyimpanan makanan, beras yang disebut goah (paniisan) yang dipercaya menjaga goah ini seorang sesepuh wanita yang lazim disebut Candoli.
- Perwanten untuk disimpan di dapur, tempan memasak keperluan hajatan.

Perlengkapan lainnya disebut “kembang panggung” disimpan di atas panggung dengan cara digantung. Kembang panggung terdiri dari:
- Tujuh macam umbi-umbian (beubeutian)
- Tujuh macam buah-bauhan
- Tujuh macam kue yang ringan (hahampangan)
- Daging (gaganting)
- Tempat hidangan terbuat dari bambu (tingkeum) yang berisi makanan.

Perlengkapan yang juga diperlukan sebelum pertunjukan bangreng, yaitu: baskom (tempat menyimpan uang pemasak) dan baki yang berisi satu atau dua selendang (soder).

Setelah semua perlengkapan tersedia diadakan acara “nyuguh karuhun” dengan cara membakar kemenyan atau dupa sambil membaca doo-doa dan mantra.
- Diawali dengan Tatalu, yaitu para nayagan memainkan alat gamelan (intrumental). Tatalu menandakan pertujukan akan segera dimulai.
- Lagu kembang gadung dan kembang beureum, dipersembahkan kepada para leluhur sebagai penghormatan.
- Lagu ayun ambing, yang dinyanyikan oleh sinden, merupakan ungkapan pengharapan bagi anak yang baru lahir, semoga menjadi anak yang baik, soleh, berbakti kepada orang tua. Bayi digendong dengan kain (diais) oleh indung beurang (paraji) dibawa menari (diayun-ayun) mengelilingi arena di depan panggung.
- Acara ngabaksa, pertunjukan menari yang dilakukan oleh para keluarga atau tamu undangan, yang dipapag (dijemput) oleh jurubaksa. Sampai acara selesai.