Arti dan Makna “Lingga” Lambang Kabupaten Sumedang


lingga
Lambang Kabupaten Sumedang diciptakan oleh R. Mahar Martanegara

Secara lengkap arti dan makna lambang Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut:

- Perisai melambangkan ksatria utama, percaya kepada diri sendiri.
- Sisi merah melambangkan semangat keberanian.
- Dasar hijau melambangkan kemaksuran, pertanian.
- Bentuk setengah bola serta kubus pada lingga melambangkan bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
- Sinar matahari melambangkan semangat rakyat dalam mencapai kemajuan.
- Warna kuning keemasan melambangkan keluhuran budi dan kebesaran jiwa.
- Sinar sebanyak 17 buah melambangkan angka sakti, tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
- Delapan bentuk daripada lingga melambangkan bulan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
- Sembilan belas buah batu pada lingga, empat buah kaki tembok dan lima buah anak tangga melambangkan tahun proklamasi kemeredekaan Republik Indonesia (1945).
- Tulisan “Insun Medal” melambangkan kristalisai daripada jiwa dan kepribadian rakyat Sumedang.
- Dasar hitam melambangkan keteguhan jiwa rakyat Sumedang.
- Batu cadas berliku-liku putih melambangkan keberanian seorang Bupati Sumedang yaitu Pangeran Kornel yang telah menujukkan perlawanan terhadap penjajahan kolonial.

Sumber: R. Moch. Achmad Wiriamadja (SIKAP!, 2009)

Nama kekembangan (bunga) di Tatar Sunda

Bahasa Sunda sangat kaya dengan keanekaragaman kata. Bisa kita jumpai dari nama kekembangan (bunga). Nama kembang disini bukan dari jenis tanaman hias yang biasa terlihat di pot atau halaman rumah. Tapi nama kekembangan atau bunganya dari tumbuhan-tumbuhan seperti: sayuran, palawija, buah-buahan, bahkan bunga dari tumbuhan/pohon yang tumbuh liar di hutan.

Berikut dibwah ini nama-namanya:

Kembang koneng = unyang unyeng
Kembang surawung
(kemangi)= solasih
Kembang boled
(ubi jalar)= atela
Kembang laja = jamotrot
Kembang bawang = ulated
Kembang waluh (
labu) = alewoh
Kembang awi
(bambu)= eumbreuh
Kembang pare
(padi)= ringsang
Kembang eurih = ancul
Kembang tiwu
(tebu) = badaus
Kembang jambu aer (air
) = lenyap
Kembang jambu batu = karuk
Kembang jengkol = merekenyenyen
Kembang tangkil
(melinjo) = uceng.
Kembang kadu
(durian) = olohok
Kembang muncang
(kemiri) = rinduy
Kembang jarak = uing
Kembang leunca = pengit
Kembang cengek
(cabe rawit) = mencenges
Kembang honje = comrang
Kembang bako
(tembakau) = bosongot
Kembang jambe = mayang
Kembang salak: sedek/gojod
Kembang kelewih
(sejenis sukun) = beled
Kembang kaso = ciriwis
Kembang genjer = gelenye
Kembang jeruk = angkruk
Kembang jati = janiti
Kembang cau
(pisang)= jangtung
Kembang peuteuy
(petey)= pendul
Kembang jotang = puncung
Kembang bolang = ancul
Kembang lopang = cacas
Kembang kalapa
(kelapa) = suligar
Kembang sampeu
(ketela) = dingdet
Kembang taleus (
talas) = ancal
Kembang limus = seleksek
Kembang kawung
(enau, aren) = pengis

Nama kekembangan di atas hanya sebagian saja, kemungkinan namanya berbeda di tiap-tiap tempat di tatar Sunda.

Riwayat Hidup Singkat Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang

Riwayat Hidup Singkat Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang
Pangeran Aria Soeria Atmadja dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Januari 1851 dengan nama Raden Sadeli, dari ayah Pangeran Aria Soeria Koesoema Adinata (Bupati Sumedang 1836-1882) dan R.A Ratnaningrat.
- Menginjak usia 8 tahun, mulai menerima pendidikan sekolah sambil mengaji Al-Quran.
- Pada usia 14 tahun mulai magang, sambil belajar bahasa Belanda, bahkan bahasa Inggris dan Prancis.
- Sejak masa kecil sudah tampak memiliki karakter terpuji. Suka menepati janji, rajin, cerdas, aktif dan penuh inisiatif.
- Karier pekerjaan dimulai sejak diangkat sebagai KALIWON pada usia 18 tahun, sejak 1 Agustus 1869 di Sumedang.
- Diangkat menjadi Wedana Ciawi pada tanggal 7 Pebruari 1971.
- Pada tanggal 29 November 1875 diangkat sebagai Patih Afdeling Sukapura kolot di Mangunreja.
- Dalam usia 32 tahun, diangkat menjadi bupati pada tanggal 30 Desember 1882 dan dilantik terhitung sejak tanggal 31 Januari 1883, sebagai Bupati Sumedang. Dalam tempao 13 tahun sejak menjadi KALIWON di Sumedang.

Gelar penghargaan yang dianugrahkan kepada beliau selama bekerja di pemerintahan adalah:
1. Gelar Rangga, ketika menjabat Patih Manonjaya, pada tanggal 29 November 1875.
2. Gelar Tumenggung, pada tanggal 30 Desember 1882.
3. Anugerah Bintang Emas, pada tanggal 21 Agustus 1891
4. Gelar Adipati, pada tanggal 31 Agustus 1898.
5. Anugerah Bintang Officier Van De Orde Van Orange Nassau, pada tanggal 27 Agustus 1903.
6. Gelar Aria, diraih pada tanggal 29 Agustus 1905
7. Anugerah Songsong Kuning, pda tanggal 26 Agustus 1905
8. Gelar Pangeran dengan Payung Emas, diraih pada tanggal 26 Agustus 1910.
9. Anugerah Bintang Agung Ridder Der Orde Van Den Nederlandschen Leeuw, penghargaan tertinggi, diraih pada tanggal 17 September 1918.

Selama masa jabatan pada pemerintahan, beliau banyak memberi perhatian pada masalah keagamaan, pendidikan, anak-anak dan generasi muda, pertanian, perekonomian kerakyatan, peternakan, pelestarian lingkungan hidup, kesehatan bahkan perhubungan, politik, dan keamanan.

Beliau banyak sekali mewakafkan tanah untuk kegunaan keagamaan dan kesejahteraan rakyat. Diantara sekian banyaknya wakaf beliau, adalah Sekolah Pertanian di Tanjungsari, dahulu namannya Landbouwshool, luasnya kira-kira 6 (enam) bau. Tanah seluas itu dibeli dengan uang beliau seharga f.3.000,-, demikian pula dengan pembangunan sekolah, didirikan atas biaya pribadi beliau sendiri. Guru sekolah pertanian yang pertama ialah R. Sadikin. Sekolah Pertanian di Tanjungsari ini menjadi kebanggaan masyarakat di Jawa Barat.

Merasa telah lanjut usia, Pangeran Aria Soeria Atmadja memohon berhenti dari jabatan bupati dengn Bisluit Gubernemen tanggal 17 April 1919, beliau pensiun dan kemudian pindah ke Sindangtaman Desa Sindangjati di pinggiran kota Sumedang. Beliau menjabat Bupati Sumedang selama 36 tahun, terhitung sejak tanggal 31 Januari 1883 sampai dengan tanggal 17 April 1919.

Pemakaian waktu selama 24 jam dipakai untuk:
- Bekerja 7-8 jam.
- Setengah jam dipakai untuk makan itu pun apabila beliau tidak melaksanakan saum, atau tirakat puasa Senin Kamis.
- Untuk istirahat, mandi dan shalat 5 waktu sekitar 10 jam.
- Waktu tidur beliau rata-rata hanya 4 jam.

Masa kerja, beliau mencapai 50 tahun sejak diangkat KALIWON. Pada tanggal 23 April 1921 beliau berangka ke tanah suci dan wafat di Mekkah serta dikebumikan di pemakaman MA’ala pada tanggal 1 Juni 1921. oleh karena itu, Pangeran Aria Soeria Atmadja mendapat gejar “Pangeran Mekah.”

Mengingat Pangeran Aria Soeria Atmadja banyak sekali jasanya bagi raqkyat Sumedang, maka atas inisatif Pangeran Stichting, dibangunlah sebuah monument di tengah alaun-alun dinamakan LINGGA. Bentuk bangunan monument tersebut sekarang menjadi lambing Kabupaten Sumedang.

Monumen Lingga diresmikan oleh Gubernur Jendral Mr. D. Fock, pada tanggal 25 April 1922. pada salah satu prasasti Lingga tersebut ditatahkan kalimat:
“URANG SADAYA SAMI TUNGGAL KAWULANGGIH ALLAH. SAASAL SATEDAK KENEH. UPAMI DIKAPALAAN KU NU SAMPURNA, WENING GALIH SARENG LINUHUNG, AYEM TENGTREM SADAYANA.”

Sumber: R. Moch. Achmad Wiriamadja (SIKAP!, 2009)

Dr. Riichi Sakazakii (1920-2002)

Kalah Pamor dengan Hasil Temuannya

Nama bakteri Enterobacter sakazakii sudah tidak asing lagi di telinga kita. Nama itu sering disebut berulang-ulang dalam setiap berita di televisi. Ditulis tak bosan-bosan dalam berita di media-media cetak. Menjadi gosip hangat di kalangan ibu-ibu rumah tangga di setiap acara bincang-bincang dari mulai obrolan ngalor-ngidul sampai obrolan serius. Adakah yang menyadari bahwa nama keren spesies bakteri itu adalah nama seseorang?

Bakteri golongan Enterobacteriaceae ini diambil dari nama seorang ahli taksonomi bakteri asal Jepang, Dr. Riichi Sakazakii. Penamaan spesies "sakazakii", sesuai dengan namanya adalah penghargaan terhadap jerih payahnya yang luar biasa terhadap bidang taksonomi bakteri. Cukup sulit menemukan referensi tentang "keberadaan" doktor yang satu ini. Tidak banyak media yang mengupas biografi pencinta ilmu mikrobiologi ini. Padahal, jasanya di bidang mikrobiologi tidak dapat dipandang sebelah mata.

Dr. Riichi Sakazakii lahir di Yokkaichi, Jepang pada 21 Agustus 1920. Ia tertarik mendalami bidang kedokteran hewan dan lulus dari perguruan tinggi Nippon Veterinary and Animal Science pada tahun 1939. Kemudian, ia mulai bergabung di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Mie di Jepang pada tahun 1947. Hal itu dilakoninya setelah Perang Dunia ke-2 usai. Di tempat ini, ia memulai studinya tentang penentuan serotipe bakteri Salmonella. Penentuan serotipe ini didasarkan reaksi mikroorganisme tersebut antara berbagai jenis antibodi dan struktur antigennya.

Tahun 1953, Dr. Sakazakii pindah ke Institut Nasional Penyakit-penyakit Infeksi (National Institute of Infectious Diseases/NIH) dan meraih gelar doktor bidang ilmu kedokteran hewan dari Universitas Hokkaido pada tahun 1958. Ia juga sempat menerima penghargaan di bidang yang sama dari Denmark Veterinary and Agricultural University pada tahun 1973. Sakazakii tetap bekerja di NIH sampai memasuki masa pensiun di tahun 1981. Masa pensiun tidak dapat menghentikan gairahnya dalam melakukan penelitian. Untuk itu, ia membangun laboratorium sendiri dan melanjutkan studi di bidang mikrobiologi klinis. Lebih dari itu, laboratorium milik Sakazakii ini telah sukses mencetak peneliti-peneliti muda Jepang.

Penelitian-penelitian Sakazakii lebih menitikberatkan studi tentang bakteri-bakteri golongan gramnegatif yang diisolasi dari spesimen klinis. Banyak spesies bakteri gram negatif yang bersifat patogen. Sifat patogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding selnya, terutama lapisan lipopolisakarida. Sakazakii menentukan beberapa sistem serotipe dari bakteri Salmonella, Hafnia, Aeromonas, dan Plesiomonas. Ia juga dikenal sebagai ahli taksonomi bakteri. Ilmu taksonomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari sistem pengelompokan, penamaan, dan pengklasifikasian makhluk hidup berdasarkan persamaan dan pembedaan sifatnya.

Sakazakii mengusulkan cukup banyak ide pengklasifikasian bakteri seperti bakteri Leclercia. Yokenella, Entembacter kobei, Enterobacter oowanii, dan Klebsiella ornithinolytica. Dalam ilmu taksonomi, suatu spesies makhluk hidup biasanya terdiri atas dua kata. Kata pertama adalah nama genus, sedangkan kata kedua adalah nama spesiesnya.

Berkat kontribusinya dalam bidang nomenklatur (penamaan) ini, namanya diabadikan sebagai nama spesies dari bakteri Enterobacter sakazakii. Selain itu, Sakazakii pun dianugerahi penghargaan bidang mikrobiologi klinis dari dalam dan luar negeri. Di antaranya penghargaan Asahi Science untuk studi bakteri Vibrio parahaemolyticus pada tahun 1965. Kemudian, medali Bergey untuk kontribusinya dalam taksonomi bakteri pada tahun 1994, dan penghargaan Hideyo Noguchi Memorial Award for Medical Sciences untuk kontribusinya dalam bidang mikrobiologi klinis pada tahun 1998.

Sakazakii sepertinya memang mencurahkan segenap tenaganya untuk melakukan penelitiah-penelitian yang bermanfaat di bidang mikrobiologi. Ia meninggal dunia pada tanggal 11 Januari 2002. Dr. Riiclii Sakazakii akan selalu diingat sebagai pelopor dalam ilmu taksonomi mikroba, mikrobiologi klinis, dan ilmu kesehatan masyarakat. Semoga seluruh semangatnya dalam memajukan ilmu mikrobiologi dapat ditiru dan diteladani para peneliti mikrobiologi di tanah air.

Sumber: Laksmi Priti Manohara, Re-searclt and Development salah satu perusahaan makanan di Bandung, Pikiran Rakyat

“Ngalungsur" di Makam Suci Sunan Godog

Kendaga berisi benda pusaka peninggalan Sunan Godog atau Syek Sunan Rahmat dikeluarkan dari ruang suci. Perlahan, peti tua itu diarak menuju aula untuk disucikan.

Adalah upacara "Ngalungsur" atau panjang jimat yang digelar di Makam Suci Sunan Godog atau Sunan Rahmat di Kp. Godog Makam, Desa Lebak Agung, Kec Karangpawitan, Kab. Garut Kamis (17/2).

Atraksi ritus budaya tersebut menyedot perhatian peziarah yang sengaja datang ke lokasi untuk melihat langsung benda-benda saksi sejarah dari legenda Prabu Kiansantang.

Upacara tersebut menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. 1432 Hijriah di lokasi tersebut. Ritus diawali dengan tawasul di makam Prabu Kiansantang dan tujuh makam sahabatnya. Doa-doa bertaburan mengenang jejak sejarah saat Prabu Kiansantang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, khususnya di Garut.

Pimpinan Ikatan Juru Kunci Makam Suci K.H. Ahmad Syarifudin dan sesepuh setempat, K.H. Ahmad Endang, sebagai keturunan dari Sembah Dalem Pager Jaya, pengurus pertama makam suci tersebut memimpin prosesi pencucian benda pusaka.

Satu per satu, benda yang berusia ratusan tahun berupa keris berbagai ukuran, terompet, rantai jagad, telapak kuda sembrani, tanduk kerbau, alat khitan, pecut atau cemeti, benda miniatur alat-alat pertanian, serta perabotan masak dikeluarkan dari peti tua.

Tidak dapat dimengerti oleh nalar manusia saat ini, tanduk kerbau ditiup tak mengeluarkan suara. Namun, pada masanya, tanduk ini menjadi alat pemberitahuan untuk bermusyawarah bagi masyarakat saat Sunan menyebarkan agama Islam yang membawa berkah," ujar Ahmad Syarifudin.

Tiga jenis minyak yang dipakai untuk membersihkan benda pusaka tersebut, mulai dari air bersih, perasan jeruk untuk menghilangkan karat, serta minyak wangi. Tapas bekas membersihkan benda-benda itu pun menjadi rebutan para peziarah.

Sunan Godog atau Syek Sunan Rahmat dikenal dengan Prabu Kiansantang hidup pada abad ke 15 Masehi, masa kerajaan Pajajaran oleh Prabu Siliwangi yang beragama Hindu. Anaknya di antaranya bernama Kiansantang (Sunan Rahmat) yang terkenal dengan kesaktiannya serta penyebar agama Islam di Pulau Jawa.

Setelah menyebarkan agama Islam di daerah Garut, Sunan Rahmat kembali ke daerah Godog dan menetap sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di lokasi tersebut Terdapat tujuh makam yang terdiri atas makam Kiai Santang yang terdapat pada ruang utama, makam Sembah Dalem Sarepeun Suci, Makam Sembah Dalem Sarepeun Agung, Sembah Dalem Kholipah Agung, dan Santuwaan Marjaya Suci yang berada pada ruang tertutup.

Di bagian luar, terdapat makam Syek Dora dan makam Sembah Pager Jaya yang berada pada ruang terbuka dengan letak yang terpisah. Sembah Pager Jaya adalah penjaga makam pertama makam Godog, dan keturunannya juga merupakan juru kunci atau kuncen makam tersebut.

Prabu Siliwangi
Legenda Kiansantang, menurut sejarah, merupakan putra Prabu Siliwangi dari tiga bersaudara, yaitu Dewi Rara Santang dan Walang Sungsang. Kiansantang lahir pada tahun 1315 Masehi di Padjadjaran, pada usia 22 tahun, tepatnya tahun 1337 Masehi Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor ke II.

Dari kecil hingga dewasa, yaitu sampai usia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Prabu Kiansantang belum ada yang menandingi kegagahan dan kesaktiannya di sejagat Pulau Jawa. Prabu Kiansantang meninggalkan Padjadjaran menuju tanah Mekah untuk bertemu tandingannya, yaitu Sayyidina Ali.

Pada tahun 1362 masehi Prabu Kiansantang kembali ke tanah Jawa untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa Peti berisi tanah tiba-tiba bergoyang atau godeg ketika dibawa ke Gunung Suci. Pada perkembangannya, istilah godeg berubah menjadi godog karena kemampuan syiar Islam Kiansantang terus matang dengan disebarkannya syiar Islam di kawasan Garut.

Ahmad Syarifudin berpesan, kegiatan ritus di Makan Suci Godog harus diikuti dengan niat yang lurus oleh para peziarah. "Kegiatan ini bukan untuk mengultuskan sosok Sunan Rahmat tetapi meneladani pribadinya yang berjuang menyebarkan Islam. Segala bentuk permintaan dan permohonan manusia hendaknya disampaikan langsung kepada Allah SWT, Sang Pemilik Semesta Alam," ucapnya.

Sumber: Ririn N.F.,/”Pikiran Rakyat”