Mengenal Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu

Bila suatu ketika kita berkunjung ke daerah Indramayu, tidak jauh dari Pantai Eretan Wetan, di sepanjang lajur sebelah kanan by pass dari arah Jakarta ke Cirebon (jalur Pantura), terdapat sebuah jalan kecil yang bila ditelusuri menuju ke lokasi pemukiman sebuah komunitas yang menamakan dirinya Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu. Orang luar sering juga menyebutnya dengan istilah “Dayak Losarang”, atau "Dayak Indramayu”. Komunitas ini tepatnya bermukim di Kampung Segandu. Desa Krimun, Kecamatan Losarang. Kabupaten Indramayu.

Mengenal Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu
foto: wiralodra.com
“Suku Dayak Indramayu” mulai mencuat ke permukaan sejak pernyataan mareka untuk menjadi “Golongan Putih” (golput= tidak memilih salah satu partai) pada Pemilu tahun 2004.

“Suku Dayak Indramayu” hidup di tengah-tengah masyarakat sekitarnya, akan tetapi dalam beberapa hal, mereka mengisolasikan diri dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya untuk tempat tinggal dan tempat peribadatan (ritual) mereka, dibentengi dengan dinding yang cukup tinggi dan diberi ornament lukisan-lukisan. Di dalam benteng ini terdapat beberapa bangunan yang terdiri atas: rumah pemimpin suku, pendopo, pesarean, pesanggaran, dan sebuah bangunan rumah tinggal salah satu pemimpin suku.

Benteng yang mengelilingi padepokan
Beberapa bangunan, yaitu rumah pemimpin suku dan pesarean sudah merupakan bangunan permanent, berdinding tembok, berlantai keramik, dan beratap genteng. Gedung pendopo berdinding semi permanent, yaitu dinding bagian bawah berupa tembok dan duduk jendela/setengah badan ke atas menggunakan papan yang dilapis bilik, berlantai keramik, dan beratap genteng. Sementara itu, bangunan pesanggaran adalah bangunan non-permanen, berlantai tanah, beratap sirap dan dindingnya dibuat dari papan dan bilik.

Lingkungan alam di sekitarnya adalah lingkungan pertanian sawah dan palawija. Oleh sebab itu, mereka dalam kesehariannya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Data tentang deskripsi kehidupan mereka diperoleh melalui wawancara dengan ketua Suku Dayak Hindu Budha.

Asal Usul Nama Suku Dayak Bumi Segandu
Komunitas ini menamakan dirinya dengan sebutan “Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu”. Menurut penjelasan warga komunitas ini, penamaan Suku Dayak ini mengandung makna sebagai berikut: Kata “Suku” artinya kaki, yang mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing.

Kata “Dayak” berasal dari kata “ayak” atau “ngayak” yang artinya memilih atau nyaring. Makna kata “Dayak” disini adalah menyaring, memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah.

Kata “Hindu” artinya kandungan atau rahim. Filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang Ibu (perempuan).

Sedangkan kata “Budha”, asal dari kata “wuda”, yang artinya telanjang. Makna filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang.

Selanjutnya adalah kata “Bumi Segandu Indramayu”. “Bumi mengandung makna wujud, sedangkan “Segandu” bermakna sekujur badan. Gabungan kedua kata ini, yakni “Bumi Segandu” mengandung makna filosofi sebagai kekuatan hidup.

Adapun “Indramayu”, mengandung pengertian “In” maknanya adalah “inti”, “Darma” artinya orang tua, dan kata “ayu” maknanya perempuan.

Makna filosofinya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan.

Jadi penyebutan kata “suku” pada komunitas ini bukan dalam konteks terminology suku bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang diambil dari makna kata-kata dalam bahasa daerah (jawa).

Demikian juga dengan kata “Dayak”, bukan dalam pengertian sukubangsa (etnik) Dayak yang berada di daerah Kalimantan, kendati pun dari sisi performan ada kesamaan, yakni mereka (kaum laki-laki) sama-sama tidak mengenakan baju. Serta mengenakan asesoris berupa kalung dan gelang (tangan dan kaki).

Lebih jauh, pemimpin komunitas ini menjelaskan tentang pemakaian kata “Hindu-Budha” pada sebutan komunitas ini. Kendatipun kominitas ini menggunakan kata “Hindu-Budha”, bukan berarti bahwa mereka adalah penganut agama Hindu ataupun Budha. Penggunaan kata “Hindu”, karena komunitas ini meneladani peri kehidupan kelima tokoh Pandawa, yang terdiri atas: Yudistira, Bima(Wirekudara), Arjuna(Permadi), Nakula dan Sadewa, serta tokoh Semar, yang dipandang sebagai seorang mahaguru yang sangat bijaksana. Adapun penyebutan kata “Budha” karena mereka mengambil inti ajaran “aji rasa” (tepuk seliro) dan kesahajaan yang merupakan inti ajaran agama Budha.

Konsep-konsep Ajaran Sejarah Alam Ngaji Rasa.
Ajaran dari kelompok “Dayak Indramayu” dinamakan dengan sebutan “Sejarah Alam Ngaji Rasa”. Menururt penjelasan salah seorang pengikut senior dari Pak Takmad, “Sejarah” adalah perjalanan hidup (awal, tengah, dan akhir) berdasarkan ucapan dan kenyataan. Sementara itu, “alam” adalah ruang lingkup kehidupan atau sebagai wadah kehidupan.

Adapun “Ngaji rasa” adalah tatacara atau pola hidup manusia yang didasari dengan adanya rasa yang sepuas mungkin harus dikaji melalui kajian antara salah dan benar, dan dikaji berdasarkan ucapan dan kenyataan yang sepuas mungkin harus bisa menyatu dan agar bisa menghasilkan sari atau nilai-nilai rasa manusiawi, tanpa memandang ciri hidup, karena pandangan salah belum tentu salahnya, pandangan benar belum tentu benarnya. “Oleh karena itu, kami sedang belajar ngaji rasa dangan prinsip-prinsip jangan dulu mempelajari orang lain, tapi pelajarilah diri sendiri antara salah dengan benarnya, dengan proses ujian mengabdikan diri kepada anak dan istri”, ungkapnya.

Konsep-konsep ajaran ini tidak didasarkan pada kitab suci, aliran kepercayaan, agam maupun akar budaya tertentu. Mereka berusaha mencari pemurnian dari dengan mengambil teladan sikap dan perilaku tikoh pewayangan Semar dan Pandawa Lima yang dianggapnya sangat bertanggungjawab terhadap kelaurga.

Proses menuju pemurnian diri, menurut Takmad, melalui beberapa tahap yang harus dijalin dengan menjauhkan diri dari keramaian dunia yang mengejar kesengan duniawi.
Tahap-tapah tersebut adalah: wedi-sabar-ngadirasa (ngajirasa)-memahami benar-salah.

Pada awalnya, setiap manusia wedi-wedian (takut, penakut) baik terhdap alam maupun lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, manusia harus mengembangkan perasaan sabar dan sumerah diri dalam arti berusaha selaras dengan alam tanpa merusak alam. Prinsipnya adalah jangan merusak alam apabila tidak ingin terkena murka alam. Itulah yang disebut ngaji rasa atau ngadirasa. Setelah bersatu dan selaras dengan alam, dalam arti mengenal sifat-sifat alam sehingga bisa hidup dengan tenteram dan tenang karena mendapat lindungan dari Nur Alam (pencipta alam), manusia akan memahami benar-salam dan selanjutnya dengan mudah akan mecapai permurnian diri; manusia tidak lagi memiliki kehendak duniawi. Cerminan dari manusia yang telah memahami benar-salah, tampak dalam kehidupan sehari-harinya. Manusia yang telah mencapai tahap tersebut, akan selalu jujur dan bertanggungjawab.

Ngajisara, ajaran yang diakui sebagai jalan menuju pemurnian diri, mendidik setiap pengikutnya untuk mengendalikan diri dari “TIGA TA (harta, tahta dan wanita).

Bagi para pengikut yang telah menikah, suami harus sepenuhnya mengabdikan diri pada keluarga. Suami tidak boleh menghardik, memarahi, atau berlaku kasar terhadap anak dan istrinya. Oleh karena itu, perceraian merupakan sesuatu yang dianggap pantang terjadi. Demikian juga, hubungan di,luar pernikahan sangat ditentang. “Jangan coba-coba berzinah apabila tidak ingin terkena kutuk sang guru,” demikian salah seorang pengikut Pak Talmad mengungkapkan.

Ngaji rasa juga mengajarkan untuk saling mengasihi kepada sesama umat manusia. Misalnya, menolong orang yang sedang kesulitan walaupun berbeda kepercayaan, tidak menagih utang kepada orang yang diberi pinjaman. Yang terbaik adalah membiarkan orang yang berutang tersebut untuk membayar atas kesadarannya sendiri. Demikian juga dalam hal mendidik anak, sebaiknya tidak terlalu banyak ngatur karena yang bisa mengubah sikap dan perilaku adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Jalan menuju pemurnian diri juga ditunjukan dengan hidup yang sederhana, menjauhi keinginan mengejar kesenangan duniawi, menghilangkan perasaan dendam, penasaran dan iri kepaada orang laina.

Konsepsi tentang alam tampak dari keyakjian bahwa dunia berasal dari bumi segandu (bumi yang masih bulat) bernama Indramayu. Bumi segandu, kemudian menimbulkan lahar menjadi daratan, kekayon, dan air. Setelah itu muncul alam gaib, yangmengendlaikan semua itu adalah Nur Alam.

Ritual
Ritual yang dijalankan oleh anggota Suku Dayak Hindu-Budha Segandu Indramayu, dilakukan pada setiap malam Jum’at kliwon, bertempat di pendopo Nyi Ratu kembang. Beberapa puluh orang laki-laki bertelanjang dada dan bercelana putih hitam, duduk mengelilingi sebuah kolam kecil di dalam pendopo. Sementara itu,kaum perempuan duduk berselonjor diluar pendopo.

Ritual diawali dengan melantunkan Kidung Alas Turi dan Pujian Alam secara bersama-sama. Salah satu baik dari Pujian Alam, berbunyi sebagai berikut: ana kita ana sira, wijile kita cukule sira, jumlae hana pira, hana lima, ana ne ning awake sira. Rohbana ya rohbana 2x, robahna batin kita. Ning dunya sabarana, benerana, jujurana, nerimana, uripana, warasana, sukulana, penanan, bagusana [ada (pada) saya ada (pada) kamu, lahirnya aku tumbuhnya kamu, jumlahnya ada berapa, jumlahnya ada lima. Adanya di badan kita, Rohbana ya rohbana 2x, rubahnya bathin kita. Di dunia sabar, benar, jujur, nerima, hidup, sembuh (sadar), tumbuh, dirawat, (supaya) bagus].

Selesai melantunkan Kidung dan Pujian Alam, pemimpin kelompok, Takmad Diningrat, membeberkan cerita pewayangan tentang kisah Pandawa Lima dan guru spiritual mereka, Semar. Usai paparan wayang, Pak Takmad memberikan petuah-petuah kepada para pengikutnya. Paparan wayang dan petuah ini berlangsung hingga tengah malam. Usai itu, para lelaki menuju ke sungai yang terletak di belakang benteng padepokan. Di sungai dangkal itu mereka berendam dalam posisi telantang, yang muncul hanya bagian mukanya saja. Mereka berendam hingga matahari terbit. Ritual beremdam ini disebut kungkum.

Siang harinya, di saat sinar matahari sedang terik, mereka berjemur diri, yang berlangsung mulai sekitar jam 9 hingga tengah hari. Ritual ini disebut pepe.

Medar (menceritakan) cerita pewayangan, kungkum (berendam), pepe (berjemur) dan melantunkan Kidung dan Pujian Alam, adalah kegiatan ritual mereka yang dilakukan setiap anggota ini sehari-hari. Kegiatan secara massal hanya dilakukan pada setiap malam jum’at kliwon.

Ritual-ritual ini pada dasarnya adalah sebagai upaya menyatukan diri dengan alam, serta cara mereka melatih kesabaran. Semua ini dilakukan tanpa ada paksaan. “Bagi yang mampu silahkan melakukannya, tapi bagi yang tidak mampu, tidak perlu melakukan, atau lakukan semampunya saja,” ungkapnya.

Sumber: Drs. Toto Sucipto, dkk/* Tabloid BeJa (Berita Jawa Barat) Vol. III Tahun 2011

Basa (bahasa) Wewengkon dan Basa (bahasa) Lulugu di Tatar Sunda

Dalam bahasa Sunda mengenal istilah basa (bahasa) wewengkon dan basa (bahasa) lulugu. Keanekaragaman basa (bahasa) wewengkon sangat berperan dalam menambah kekayaan khazanah bahasa Sunda.

Saya coba arsipkan kembali pelajaran yang didapat waktu duduk dibangku sekolah dasar beberapa puluh tahun yang lalu, tentang pengertian dan contoh basa (bahasa) wewengkon dan basa (bahasa) lulugu:

Basa (bahasa) wewengkon adalah bahasa yang biasa dipakai oleh anggota masyarakat di satu daerah (wewengkon), yang berbeda dengan bahasa-bahasa yang dipergunakan di daerah-daerah lainnya (mandiri).[Wangunan basa anu biasa dipake ku jalma-jalma atawa anggota masyarakat dihiji wewengkon anu tangtu, anu beda jeung basa-basa biasa anu dipake ku jalma-jalma di wewengkon sejenna. Kecap wewengkon (basa wewengkon) sok nambahan kabengharan basa lulugu.]

Basa (bahasa) lulugu adalah bahasa yang diterima dan dipergunakan oleh masyarakat Sunda secara keseluruhan [Basa anu ditarima sarta dijadikeun basa anu dipake ku masyarakat sunda sagemlemngna. Bsa lulugu biasana dipake sakur panyatur basa Sunda nyaho tur ngarti.]

Basa WewengkonBasa Lulugu
Ciamis
AmringBe’ak (habis)
MantangBoled (ubi)
SanaonSabaraha (berapa)
TipagutTitajong (tersandung)
NyanehManeh (kamu, anda)
BalaburUsum Hujan (musih hujan)
SungeSumur
KusiKungsi (pernah)
Kuningan
MungkalBatu
MenitRieut (pusing, sakit kepala)
KaguguHayang Seuri (ingin tertawa)
EndiMana
DageOncom
teu rajeunTeu keyeng (tidak semangat, malas)
Cirebon
NengkolMengkol (belok)
MuharaMuara
KacapeuSampeu (ketela)
JejengkokJojodog (tempat duduk)
GandelaJandela (jendela)
Banten
AbongSedih
AlusLeutik (kecil)
Aran Ngaran (nama)
CaweneParawan (Perawan)
Kabubun Labuh (jatuh)

Tentunya masih banyak contoh-contoh basa (bahasa) wewengkon, yang saya tulis ini hanya sebagian kecil saja. Di bagian contoh paling atas, ada beberapa bahasa yang biasa dipergunakan di Ciamis, tempat kelahiran kang Er’end/Cinta Deras (Hatur lumayan. manawi tiasa ngalubarkeun rasa kasono ka lembur matuh, dayeuh maneuh banjar karang pamidangan). Mudah-mudahan saya tidak salah dalam penulisannya.

salam

Komentar Diidentifikasi Sebagai Spam

spam
Ada dua komentar yang masuk ke archive69 diidentifikasi blogger sebagai spam.

Menurut kabar berita ada beberapa kriteria dianggap spam, yaitu: penyalahgunaan, berita yang datang bertubi-tubi dan menimbulkan ketidaknyamanan, SARA, mencantumkan 'link promosi', memuat 'link mengarah ke situs dewasa, dan sebagainya.

Setelah mendapat acuan tentang spam, saya coba telaah kembali komentar yang diidentifikasi sebagai spam tadi. Untuk sementara saya menyimpulkan. Secara keseluruhan komentar yang masuk tersebut tidak memuat kriteria sebagai mana yang tertulis di atas.

Untuk memastikan dan tidak membuat keragu-raguan yang bertalian dengan spam. Dalam benak saya timbul pertanyaan, sebagai berikut:
- Apakah komentar yang masuk dalam tempo yang berdekatan dari pengirim yang sama, tetapi berkomentar di posting berbeda. Itu termasuk datangnya secara bertubi-tubi dan bisa dianggap spam?
- Apakah jenis spam di komentar blog sama dengan spam email (bisa menyebarkan virus)?
- Apakah karena berkomentar dalam bahasa daerah, bisa dianggap spam?
- Yang terakhir apabila komentar yang diidentisikasi blogger sebagai spam, tetapi menurut kita bukan spam. Bisa kita publikasikan lagi? Apakah ada efek buruk apabila kita tetap mempublikasikannya?

Saya berharap banyak saran dan masukkan sobat-sobat. Ucapan maaf pula apabila komentar saya di blog sobat-sobat dianggap spam oleh blogger atau google. Tak ada niatan sedikitpun ke arah itu.

salam

Seni (Adu) Ketangkasan Domba di Tips Wisata Murah

Seni (Adu) Ketangkasan Domba di Tips Wisata Murah
Ngadu domba yang dulunya hanya merupakan kebiasaan budak angon (penggembala). Berkembang menjadi ajang yang cukup bergengsi di tatar Pasundan. Penggemar domba Garut bukan hanya didominasi oleh golongan orang tua. Kaum mudanya pun sangat menggemari domba Garut (domba tangkas) ini. Jadinya tradisi ini akan tetap terjaga keberadaannya.

Pemilik domba Garut zaman dahulu disebut Juragan. Sebutan Juragan tentu sangat identik dengan orang yang sangat terpandang. Untuk zaman sekarang pun sebutan Juragan masih pantas bagi pemilik domba Garut (domba tangkas). Berdasar pada harga domba yang sangat pantastis.

Domba Garut yang dikonteskan terbagi dalam beberapa kelompok berdasarkan berat domba (kg). Misalnya gambar di samping atas ini. Domba dengan nama “Bangsawan” dari Pakalungan SJR milik H. Nun Al Shaqab yang berdomisili di Conggeang-Sumedang. Domba ini termasuk kelompok A dengan berat antara 60-80 kg.

Banyak artilek yang membahas tentang kontes seni ketangkasan domba. Diantaranya artikel Wisata Adu Domba milik Tips Wisata Murah. Tentunya sobat yang satu ini cara pemaparannya dari sudut perspektif wisata.

salam

Ada Cinta Deras di (lirik) Sumedang

Sobat sebahasa, sebangsa dan setanah air yang sekarang tinggal jauh di ujung timur negeri ini. Kang Er'end empunya Cinta Deras. Dalam komentarnya, mengingatkan akan tembang "Sumedang" karya Doel Sumbang musisi asal Bandung.

Tembang yang Liriknya bahasa Sunda ini, sudah cukup lama beredar. Tembang "Sumedang" melukiskan keindahan alam dan sedikit mengisahkan kehidupan remaja (jajaka sareng nyi mojang) di kota Sumedang.

Berikut liriknya:

Sumedang

Kota leutik camperenik
Najan leutik tapi resik
Ngaliwat Cadas Pangeran
Mmmh, kota Sumedang

Dipapaes ku Cipeles
Tampomas nu matak waas
Cimalaka pamandian
Ngagenyas caina herang

Jajaka sareng nyi mojang
Indit mawa sari asih
Nyacapkeun rasa katineung
Cimalaka jadi jugjugan

Caang bulan opat welas
Caang mabray cahayana
Nambah endah katinggalna
Kota Sumedang


SALAM

Uniknya, Pengantin Naik Kuda Renggong

Uniknya, Pengantin Naik Kuda Renggong
Kuda Renggong merupakan kesenian daerah yang berasal dari Sumedang. Secara umum pertunjukkan seni Kuda Renggong dilaksanakan pada hajatan khitanan.

Tapi ada tradisi yang unik yang sudah lama dilakukan oleh sebagian warga di Buahdua (Sumedang), Kuda Renggong diacara pernikahan. Kedua mempelai diarak naik Kuda Renggong. Dari rumah mempelai wanita menuju mesjid untuk melangsungkan akad. Setelah akad, di arak kembali dengan Kuda Renggong menuju tempat resepsi pernikahan.

Kuda yang dirias seperti halnya dalam acara khitanan, dengan musik pengiringan yang komplit pula.

Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur keluarga pengantin. Dan juga mengabarkan rasa suka cita kepada saudara dan tetangga.

Sekalipun tradisi ini sudah cukup lama keberadaannya, namun acara ini tetap menjadi nontonan yang menarik bagi penduduk yang tempatnya dilalui arak-arakan Kuda Renggong

Grebeg Syawal Keraton Kanoman Cirebon

Kesultanan Keraton Kanoman Cirebon menggelar tradisi Grebeg Syawal yang digelar dipasarean (Makam) Sunan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

Ritual ini dilaksanakan pagi hari, diawali dengan kedatangan Sultan Kanoman. Selanjutnya, Sultan dan rombongan memasuki makam Gunung Jati. Dalam perjalanan menuju makam rombongan melewati beberapa pintu (9 pintu) yang di buka pada hari-hari tertentu saja seperti ritual Grebeg Syawal ini, pintu-pintu yang dilewati di antaranya Pintu Pasujudan, Pintu Kandok, Pintu Pandan, Pintu Soko, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan Pintu Gusti.

Tahlil, dzikir dan doa lainnya dilafalkan dibeberapa makam. Dimulai dari makam Sunan Gunung Jati yang berdampingan dengan makam ibunya Ratu Mas Rarasantang serta makam para leluhur terkenal di Cirebon, seperti makam Pangeran Cakrabuana (kakak dari ibu Sunan), Fatahillah (menantu Sunan), Pangeran Pasarean (Putra Mahkota Sunan), Pangeran Kejaksan (Syayid Syarifudin), dan Putri Ong Tien nio (istri Sunan).

Secara urutan ritus, sebenarnya membagikan “nasi jimat" dan koin merupakan rangkai Grebeg Syawal. Grebeg yang bisa diartikan sebagai serbuan atau keserempakan mereka yang meyakini keberkahan Allah SWT melalui makam Sunan Gunung Jati, sejatinya merupakan rangkaian prosesi doa untuk Sunan Gunung Jati dan para raja pendahulu keraton saat hari ke tujuh bulan Syawal.

Tradisi Grebeg Syawal sudah berlangsung ratusan tahun sejak zaman Sunan Gunung Jati masih jumeneng, karena pada saat itu pun sudah ada makam para sesepuh Cirebon. (dari berbagai sumber)

Pranata Mangsa Petani Zaman Baheula

Pranata Mangsa atau aturan musim, biasanya digunakan oleh para petani pedesaan pada zaman dahulu (baheula).

Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yaitu Pranata (aturan), dan Mangsa (musim atau waktu). Jadi Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan petani sebagai penentuan/pijakan mengolah lahan pertaniannya, dalam kurun waktu satu tahun. Dengan urut-urutan sebagai berikut :

Kasa (kahiji). Musim kahiji mulai tanggal 21 Juni sampai 31 Juli. Lamanya 41 hari. Perlambang/ibaratnya: lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-kayuan).Ditandai: Angin datang dari arah utara timur (timur laut), daun-daun berjatuhan dari pohonnya, telur bitangan kecil (seperti jangkrik) mulai menetas, siang hari terasa panas sekali malam harinya teresa dingin, kondisi tanah panas Bintang Wuluku mucul di sebelah timur, kalangkang/bayangan ke arah selatan. Musim ini musim kemarau bukan waktu yang tepat buat bertani.

Karo (kadua), Musim kadua mulai tanggal 1 Agustus sampai tanggal 23 Agustus, lamanya 23 hari. Perlambang/ibaratnya: beutule rengko (tanah retak). Ditandai: angin datang dari arah selatan dan utara berhembus ke arah barat, siang hari masih terasa panas dan malam hari terasa dingin, tanah kering dan ratak, selokan, sungai, dan sumur airnya mulai berkurang, daun muda (pucuk) pepohonan mulai keluar, seperti pohon karet, atau jeruk, di pagi hari bintang wukulu muncul di sebelah timur, tumbuhan buah-buahan mulai berbunga. Petani menanam palawija yang umurnya pendek.

Katiga (katilu). Musim katilu mulai tanggal 24 Agustus sampai tanggal 16 September, lamanya 24 hari. Perlembang/ibaratnya: akar-akar keluar. Ditandai: Angin datang dari arah utara, udara dingin tapi terasa segar, waktunya panen palawija, sebagian petani membuat petak pembinihan padi (tebar) di sawah. Waktunya pemupukan tanaman yng umurnya panjang saperti kalapa, durian, rambutan , dsb

Kapat (kaopat). Musim kaopat mulai tanggal 17 September sampai tanggal 11 Oktober, Lamanya 25 hari. Perlambang/ibaratnya: Gumading resi (gembira). Ditandai: angin datang dari arah barat berputar-putar menyebabkan turun hujan, musim kawin binatang kaki empat, pohon kapuk mulai berbuah, patani sibuk panen palawija dan menggarap sawah.

Kalima. Musim kalima mulai tanggal 12 Oktober sampai tanggal 7 Nopember, Lamanya 27 hari. Perlambang/ibaratnya: pancuran sumawur ing jagat (musim hujan). Ditandai: angin berhembus kencak datangnya dari arah barat dan utara (barat laut)bersamaan dengan hujan, hujan turun pada sore hari dan pagi hari, pepohonan banyak yang tumbang, pohon asem mulai tumbuh daun, penati mulai menanam padi (trandur) di sawah. Bintang Wuluku terlihat sore hari,

Kanem (kagenep). Musim kagenep mulai  tanggal 8 Nopember sampai tanggal 20 Desember, Lamanya 43 hari. Perlambang/ibaratnya: Ni’mating roso (merasakan kenikmatan). Ditandai: angin berhembus kencang datangnya dari arah barat, curah hujan banyak, memasuki musim panen buah-buahan (rambutan durian, manggis, dukuh, dsb). Sawah yang cukup air diangkat atau dibersihkan rumput-rumputnya (dirambet). Bintang Wuluku terlihat sore hari, Binatang kecil yang hidup disawah mulai bertelur.

Kapitu (katujuh). Musim katujuh mulai tanggal 21 Desember sampai tangga 1 Februari, Lamanya 42 hari. Perlambang/ibaratnya: Guci pecah ing lautan (ghuci retak dilautan). Ditandai: curah hujan tinggi kadang menimbulkan banjir, sawah yang ada di daearah pegunungan bisa ditanami padi (tandur), angin datang dari arah barat yang tak menentu, udara dingin, air di sawah seperti mendidih menandakan tanah masih panas, bintang Wuluku terlihat sore hari,. binatang kecil yang hidup di sawah mulai menetas, jagung dan kacang di huma cukup untuk dipanen

Kawolu (kadalapan). Musim kadalapan mulai tanggal 2 Februari sampai tanggal 28 Februari. Lamanya 27 hari. Perlambangna/ibaratnya: puspo anjrah (jroning kayung seungi sakeroning hate). Ditandai: angin datang dari arah utara barat berputar, hujan mulai berkurang, musin ini waktunya bertanam yang umurnya panjang. Padi di huma mulai mekar.

Kasongo (kasalapan). Musim kasalapan mulai tanggal 1 Maret sampai tanggal 25 Maret, Lamanya 25 hari. Perlambang/ibaratnya: wedaling wasono (timbul babasaan). Ditandai: angin datang dari arah selatan, kadang-kadang merusak padi yang sedang mekar. Hujan mulai berkurang, suara binatang sawah mulai terdengar, padi di mupa mulai menguning ada sebagian yang dipanen, sama halnya dengan padi disawah sudah ada yang dipanen.

Kasada (kasapuluh). Musim kasapuluh mulai tanggal 26 Maret sampai tsanggal 17 April, Lamanya 23 hari. Perlambang/ibaratnya: gedong ukeb jeroning kalbu (bangunan di hati). Ditandai; angin datang dari arah timur selatan (tenggara), banyak binatang hamil, dan sejenis burung terdengar kicauannya, dipegunungan padi siap dipanen dan sebagian sudah dipanen, sawah yang subur air mulai digarap lagi, membuatan pembinihan padi (tebar).

Desta (kasawelas). Musim kasawelas mulai tanggal 18 April sampai tanggal 10 Mei, Lamanya 23 hari. Perlambang/ibaratnya: pamungkas sinorowedi (patani sibuk panen). Ditandai: angin datang dari arah timur selatan (tenggara), udara dan tanah terasa panas, hama kungkang mulai merusak tanaman di sawah dan di huma, pepohonan daun mulai berjatuhan, musih ini masih waktunya menanam palawija umur pendek, disawah sibuk menanam padi (tandur), ada juga yang menenam palawija

Sada (kaduawelas). Musim kaduaerla mulai tanggal 11 Mei sampai tanggal 21 Juni, Lamanya 41 hari. Perlambang/ibaratnya: Tirta syaksing saseno (air meninggalkan tempatnya). Ditandai: angin datang dari arah timur, siang hari terasa panas malam hari dingin, tidak berkeringat. Dedauan layu tak tahan menahan panas datangnya hama padi. musim ini waktunya tebar nyadon atau palawija.

Menurut sumber lain. Dahulunya Pranata Mangsa ini diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Apakah dengan kondisi yang tidak menentu seperti sekarang ini, Pranata Mangsa masih bisa dijadikan acuan untuk bertani dan membuat hasil pertanian yang berlimpah?

salam