• rss

Bangkitnya Topeng Losari “Nur Anani Pentasnya Sangat Maksimal”

arsip kula|Rabu, 15 Januari 2014|10.46
fb tweet g+
Mata terpejam, tangan gemulai mengikuti irama, badan sesekali didorongkan ke kiri ke kanan, kadang melenggak ke belakang (galeyong). Kaki diangkat setengah badan dan kaki satunya lagi berjinjit di lantai (gantung sikil). Begitulan kalau Nur Anani membawakan “Klana Bandopati”. Salah satu tarian dalam khazanah tari topeng losari.

Pentas keliling “Tari Topeng Babakan Losari” digelar di Gedung Sunan Ambu, STSI, Jln. Buahbatu, Sabtu (17/11/2012). Pentas keliling ini merupakan pentas terakhir setelah tampil di Yogyakarta dan Jakarta.

Sebagai penari generasi penerus Mak Dewi (maestro tari topeng losari) dan Sawitri (maestro tari topeng cirebon), Nur Anani bersama Sanggar Purwa Kencana ingin membuktikan bahwa tari topeng losari bisa bangkit kembali setelah terpuruk bahkan sempat menjual gamelannya demi menyambung hidup.

Topeng losari berbeda dengan topeng lain yang selama ini dikenal masyarakat Jawa Barat. Jika dibandingkan dengan tari topeng dari wilayah barat Cirebon, tari topeng losari yang mewakili Cirebon bagian timur, memiliki kekhasan yang unik.

Bangkitnya Topeng Losari Nur Anani Pentasnya Sangat Maksimal
ANDRI GURNITA/PR
Tari pamindo yang menceritakan tetang tokoh kesatria mengawali pentas Keliling Tari Topeng Babakan Losari Sanggar Purwa kencana di Gedung Sunan Ambu STSI, Jln Buahbatu, Sabtu (17/11/2012)
Menurut maestro tari topeng Irawati Durban Ardjo, lokasi Losari yang berbatasan dengan Brebes, Jawa Tengah, membuat topeng losari banyak dipengaruhi gaya Jawa Tengah. Gaya itu tampak pada gerakan-gerakannya yang tidak dijumpai dalam tari topeng wilayah barat, misalnya topeng palimanan, topeng slangit, topeng gegesik, topeng susukan, atau topeng tambi di wilayah Indramayu. Namun, antara mereka tetap berhubungan satu sama lain.

Gerakan topeng losari lebih pada gerakan geometrik dan luwes, sedangkan pada tari topeng wilayah Cirebon barat hanya geometrik. “Ini yang menarik, malah dalam topeng losari ada gerakan gantung sikil (gantung kaki) yang dilakukan cukup lama, tetapi tidak ditemui dalam gerakan tari topeng yang lain”, demikian Irawati.

Hal senada disampaikan Pembantu Ketua I Bidang Penddidikan STSI Bandung yang juga penari Dr Een Herdiani. Banyak perbedaan yang menjadi ciri khas topeng losari. Perbedaan itu tampak pada musik (gamelan) pengiring, gerakan tari, ataupun pakaian tari.

“Contohnya pada baju lokcan. Pada topeng biasa, berupa baju kutung saja, tapi pada topeng losari lebih panjang samapai menutuipi tubuh”, katanya menerangkan.

Topeng losari dikembangkan oleh Ibu Dewi (Mak Dewi) dan Ibu Sawitri. Aktivitas seni ini sebenarnya sudah ada sejak buyut Dalang Topeng Bapak Sumitra melalui pentas dari panggung ke panggung ataupun dalam bentuk “bebarang”.

Tradisi topeng losari dilanjutkan oleh Ibu Dewi. Namun, karena Mak Dewi meninggal, pamornya tidak lama dan digantikan oleh Ibu Sawitri. Selesa Ibu Sawitri tiada, tradisi topeng losari dilanjutkan oleh Nur Anani cucu dari Ibu sawitri.

Berbeda dengan penari topeng lain yang lebih banyak ditempa oleh latihan dan alam, Nur Anani justru menyeimbangkannya dengan studi di Jurusan Tari STSI Bandung. Ia dengan tekad kuat akan mmempertahankan tradisi topeng losari walaupun harus tertatih-tatih. “Kami mohon maaf bila penampilan kami kurang memuaskan, maklum kami apa adanya. Ongkos untuk bisa tampil di sini juga sangat mahal,” tutur Nur Anani.

Sanggar Purwa Kencana yang menjadi tempat Nur Anani melanjutkan estafet budaya dari para tetuanya, memang mendapat fasilitas dari Yayasan Kelola. Sebuah yayasan finansial agar sebuah kesenian dapat dilestarikan.

“Walaupun bantuan itu tidak besar, kami sangat berbangga hati karena dengan begitu topeng losari bisa bangkit kembali,” ujarnya.

Tanpa terpengaruh keprihatinan itu, pentas malam itu menjadi bukti kerja keras dan keteguhan Nur Anani beserta sanggarnya dalam mempertahankan topeng losari.

Sebelumnya, panggung dibuka dengan suguhan tari pamindo yang lembut gemulai, disusul dua tarian dari Luh Saraswati dan dua anak didik Nur Anani. Dilanjutkan “Bodoran Topeng Losari” yang menjadi jeda di sela-sela babak. Bodoran ini berkaitan dengan beberapa babakan cerita dalam topeng losari. Ada sembilan pembabakan dalam topeng losari. Namun, karena terbatas waktu, pentas tidak menyuguhkan utuh babakan tersebut.

Walaupun demikian, suguhan Klana Bandopati yang menjadi penutup pertunjukan menjadi tarian paling tidak terlupakan. Nur Anani membawakan dengan sangat maksimal. Sebuah pentas yang mengundang penonton melemparan “saweran” tanpa henti.

Sumber: Eriyanti/*Pikiran Rakyat* Senin, 19 November 2012