• rss

Puasa dan Detoksifikasi Alami

arsip kula|Minggu, 29 Juni 2014|21.10
fb tweet g+
Puasa dan Detoksifikasi Alami
SALAH satu manfaat puasa yang kerap menjadi perhatian para ahli gizi serta kedokteran adalah terjadinya proses detoksifikasi tubuh selama puasa berlangsung. Detoksifikasi adalah proses normal tubuh mengeluarkan racun-racun melalui ginjal, paru-paru, hati, pankreas, serta kulit.

Proses detoksifikasi itu berlangsung, yaitu ketika puasa, di saat tubuh tidak mendapatkan asupan makanan dari luar, tubuh mulai merombak lemak untuk diubah menjadi energi. Pada proses ini, racun-racun yang bertumpuk di dalam lemak tubuh, mulai dieliminasi seiring organ-organ tubuh dan hormon-hormon tubuh berproses mengubah lemak menjadi energi.

Walaupun sesungguhnya tubuh kita mempunyai kemampuan untuk mengeliminasi zat-zat racun yang masuk ke dalam tubuh, namun proses tersebut akan jadi tidak efektif selama tubuh masih mendapat asupan racun lewat makanan. Saat berpuasa proses tubuh mengeliminasi racun akan berjalan lebih efektif karena organ-organ pencernaan tubuh tidak menerima tambahan asupan racun yang bisa masuk lewat makanan, selama kurang lebih 13 jam.

Organ pencernaan pun akan bersih, tidak terjadi kontak dengan racun dalam makanan yang biasanya memenuhi organ-organ ini, karena setelah bekerja 8 jam memproses makan sahur, organ-organ pencernaan istirahat. Dengan istirahatnya organ-organ pencernaan, kerja organ lain seperti hati, ginjal, pankreas, paru-paru dan kulit dalam mengeluarkan racun bisa lebih efektif.

Bahan beracun yang masuk ke tubuh kita bersama makanan bisa bersumber dari hal:
  1. Secara alami terdapat di dalam makanan itu sendiri seperti antitrypsin asam jengkolat pada jengkol, atau hermaglutinin pada kacang-kacangan mentah.
  2. Akibat reaksi-reaksi kimia dari komponen pangan yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan. Seperti akrilamida, zat karsinogen yang terbentuk saat bahan pangan berubah warna jadi coklat tua hingga gosong, atau mutasi dari bahan makan yang asalnya tidak berbahaya, karena salah dalam perlakuan proses memasak maka bermutasi menjadi bahan pangan berbahaya, seperti monosodium glutamat (MSG) yang akan berubah struktur menjadi senyawa karsinogen jika dipanaskan melampaui 120°C.
  3. Akibat penambahan senyawa tertentu selama proses pengolahan pangan, misalnya penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) secara berlebihan, atau bahkan menggunakan bahan kimia bukan untuk makanan yang membahayakan kesehatan tubuh.
  4. Akibat migrasi senyawa beracun dari wadah/kemasan ke dalam makanan, seperti monomer dari plastiok atau logam-logam berat yang biasa terkandung dalam kemasan makanan-makanan tertentu.
  5. Akibat kontaminasi dari lingkungan yang tidak sehat, berupa kontaminasi senyawa kimia yang beracun atau mikroba penghasil racun.

Jika tubuh kita selama 9 bulan (di luar bulan Ramadan) terus menerus memperoleh asupan bahan makanan yang mengandung toksik, maka unsur-unsur toksik tersebut menjadi bahan berat bagi tubuh, tubuh dipaksa bekerja ekstra untuk mengeluarkan racun-racun tersebut. Akibatnya, daya tahan tubuh pun melemah, sehingga kita mudah diserang berbagai penyakit.

Lain halnya saat kita berpuasa, kerja tubuh membersihkan racun di siang hari tidak dibebani lagi oleh asupan makanan lain, sehingga proses pemecahan lemak yang mengandung racun-racun terperangkap bisa berlangsung optimum. Bahkan kandungan vitamin-vitamin yang berlebih yang terperangkap dalam lemak tubuh seperti vitamin A, D, E, dan K, juga dapat ikut terbuang.

Mekanisme proses detoksifikasi tubuh melalui puasa satu bulan ini, berlangsung terus menerus secara perlahan-lahan, sehingga menyebabkan naiknya daya tahan tubuh, yang ditandai oleh naiknya HDL (kolesterol baik) dan menurunnya LDL (kolesterol jahat), aliran darah menjadi lancar, menyebabkan proses-proses regenerasi sel dan peremajaan organ-oragan tubuh pun berlangsung lancar.

Saat berpuasa, tubuh mendapat asupan karbohidrat, sehingga proses pembakaran karbohidrat yang melibatkan oksigen pun tidak berlangsung. Ini berarti tubuh terbebas dari radikal-radikal bebas yang biasanya timbul sebagai hasil samping pada proses pembakaran karbohidrat bersama oksigen. Terbebasnya tubuh dari radikal bebas aakan membuat ringan kerja tubuh melangsungkan proses-proses detoksifikasi tubuh.

Beberapa studi medis menunjukkan, puasa juga bermanfaat untuk mengendalikan pertumbuhan jaringan yang abnormal pada tubuh, seperti tumor. Tumor menjadi kekurangan nutrisi, sehingga menjadi lemah, akan lebih mudah bagi tubuh untuk memecahnya, dan mengeluarkannya dari tubuh. Hilangnya beban toksik dan radikal-radikal bebas yang mengganggu, memungkinkan tubuh untuk memanfaatkannya sumber daya di dalam tubuh, untuk fokus pada pembangunan kembali hingga ketingkat mikroskopis seperti DNA dan RNA. Proses DNA dan RNA mentranskripsikan protein menjadi lebih cepat.

Selain mengaktifkan tubuh untuk memecah lemak, puasa pun dapat mengaktifkan hormon-hormon positif penunjang metabolisme tubuh menjadi lebih berperan secara optimal.

Sumber: Y Zakiah A, alumnus FMIPA Unpad /*Pikiran Rakyat**, Kamis 26 Juni 2014