• rss

Upacara Hajat Sasih untuk Kaum Lelaki

arsip kula|Senin, 08 Juli 2013|21.51
fb tweet g+
MENJELANG Ramadan, berziarah ke makam leluhur atau orang tua menjadi tradisi bagi kebanyakan umat Islam di Indonesia. Demikian juga bagi Muslim di Kampung Naga, kampung adat yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

Bedanya, sebagai sebuah entitas komunitas adat yang khas, Kampung Naga tak sekadar berziarah dalam menyambut bulan penuh berkah setiap tahunnya. Ziarah terangkai dengan ngariungan atau berdoa bersama dalam tradisi yang disebut upacara hajat sasih.

Upacara tersebut merupakan upacara yang hanya digelar saat hari-hari besar agama Islam. Dalam setahun, ada enam kali upacara hajat sasih, yaitu saat Tahun Baru 1 Muharam, Maulid Nabi, Jumadil Akhir, Nisfu Sya’ban, Idulfitri, dan Iduladha.

Lantas, kapan hajat sasih menjelang Ramadan digelar? Kepala Adat Kampung Naga, Ade Suherlin mengatakan, tradisi hajat sasih menjelang Ramadan digelar sekaligus dengan Nisfu Syaban yang pada tahun ini jatuh pada akhir bulan Juni.

Nisfu Syaban menjadi momen yang dinilai penting bagi sebagian kalangan umat Islam karena sang Khalik berjanji akan mengampuni dosa dan mengabulkan permintaan bagi mereka yang mendekatkan diri dan memperbanyak doa pada malam tersebut. Nisfu Syaban juga menjadi bulan terdekat dengan Ramadan (diapit oleh Rajab dan Ramadan) sehingga tradisi upcara adat dilangsungkan bersama.

Uniknya, hajat sasih yang melibatkan warga Kampung Naga, baik yang berdomisili di dalam maupun luar kampung tersebut, hanya diikuti kaum lelaki. Pada saat itu, kaum lelaki diwajibkan mengenakan jubah putih dalam menjalankan tradisi saklar tersebut.

Sementara itu, kaum perempuan yang tidak turut berziarah maupun ngariungan, terkonsentrasi di dapur. Mereka berkewajiban menyediakan aneka makanan khususnya tumpeng. Makanan itu nantinya disajikan seusai ngariungan yang dipimpin kuncen.

Tradisi hajat sasih memang tergolong sederhana. Rangkaiannya lebih banyak bermuatan doa sebagai upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bagi pengunjung yang bertandang ke Kampung Naga, diperbolehkan menyaksikan dan mengabadikan upacara hajat sasih.

Namun, menurut Ade, pada momen tertentu ada semacam larangan. Itu semata-mata untuk menyempurnakan kekhusukan interaksi warga Kampung Naga dengan Tuhan yang diimaninya, Allah SWT.

Sumber: Amaliya/”Pikiran Rakyat” Senin, 8 Juli 2013

Marhaban Ya Ramadhan