Tuhan yang Maha Esa
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai
fikiran yang dipabrikkan
dan masyarakat yang diternakkan
Malam rebah dalam udara yang kotor
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan
terpenjara, tanpa jendela
Tuhan yang Maha Faham
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang berarti empat puluh tahun gaji seorang buruh
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C
Hati manusia telah menjadi baja
Bagai dash board yang tak acuh
panser yang angkuh
traktor yang dendam
Tuhan yang Maha Rahman
ketika air mata menjadi gombal
dan kata-kata menjadi lumpur becek
aku menoleh ke utara dan ke selatan
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk uang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim
harapan kosong, optimisme hampa
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata
--Rendra
Jakarta 29 Mei 1983—
Sumber: Kumpulan Puisi & Sajak Bersama Rendra (kaset album 1998)
Doa di Jakarta :: WS RENDRA
pepep [saukur dogdong pangrewong]
neundeun
judul : Doa di Jakarta :: WS RENDRA
url : http://archive69blog.blogspot.com/2013/11/doa-di-jakarta-ws-rendra.html
neundeun
judul : Doa di Jakarta :: WS RENDRA
url : http://archive69blog.blogspot.com/2013/11/doa-di-jakarta-ws-rendra.html