• rss

Mengenali Artritis Gout

arsip kula|Rabu, 25 Januari 2012|17.05
fb tweet g+
Mengenali Artritis Gout
Asam urat sering kali disalahkan jika seseorang mengalami nyeri sendi. Tidak saja dikalangan pasien yang mengalaminya bahkan beberapa dokter yang menemui pasien dengan nyeri sendi pun ada yang masih berpikir demikian. Hal ini didapatkan dari suatu survai yang dilakukan terhadap kurang lebih 200 dokter umum beberapa waktu yang lalu. Kenyataannya, penyakit nyeri sendi akibat asam urang hanya merupakan sebagian kecil dari semua keluhan nyeri sendi.

Di samping itu terdapat anggapan dalam masyarakat untuk menghindari sayuran hijau dan kacang-kacangan jika mengalami nyeri sendi, baik oleh karena asam urat atau bukan. Hal ini tidak terbukti secara ilmiah. Begitu pula obat penurun asam urat (alopurinol) yang sering kali salah digunakan untuk keluhan nyeri sendi. Padahal obat ini tidak dapat menghilangkan nyeri. Bahkan, efek obat itu terkadang menyebabkan nyeri semakin bertambah, atau dapat menyebabkan reaksi alergi yang berat, sampai kerusakan ginjal dan kematian.

Reumatik adalah kumpulan penyakit dengan kelainan pada sistem tulang-otot (muskuloskeletal) dan sendi, termasuk kelainan pada jaringan ikat. Ada lebih dari seratus macam penyakit yang menyebabkan nyeri otot dan sendi. Dan, penyakit reumatik akibat peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) hanya merupakan salah satu dari berbagai macam penyakit yang ada.

Data dari Poli Reumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama Januari sampai dengan Desember 2010 menunjukan, kurang lebih 73 persen pasien nyeri sendi yang datang berobat mengalami osteoarthritis atau dikenal dengan istilah pengapuran dan bukan akibat asam urat. Hanya seitar 3,3 persen yang mengalami nyeri sendi disebabkan kadar asam urat atau dikenal sebagai arthritis gout.

Prevalensi arthritis gout di dunia berkisar1-2 persen dan mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan dua dekade sebelumnya. Di Indonesia, prevalensi arthritis gout belum diketahui secara pasti dan cukup bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Suatu penelitian di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi arthritis gout sebsar 1,7 persen, sementara di Bali didapatkan prevalensi hiperurisemia mencapai 8,5 persen.

Lalu apa itu arthritis gout? Artritis gout merupakan penyakit radang pada sendi yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat, disertai dengan bengkak, hangat, kadang kemerahan pada sendi yang terkena dan sulit untuk digerakkan. Penyakit ini diakibatkan oleh deposisi kristal monosodium urat (MSU) di dalam sendi yang memicu reaksi peradangan. Keadaan ini sangat berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia). Namun, orang yang mengalami hiperurisemia belum tentu menderita artritis gout.

Peningkatan kadar asam urat di dalam darah seseorang berhubungan dengan dua faktor yaitu produksi yang berlebihan (overproduction) atau pengeluaran asam urat yang menurun (underexcretion) melalui ginjal atau kombinasi keduanya.

Sipa saja yang bisa terkenal? Artritis gout umumnya dijumpai pada laki-laki dari semua usia, paling sering pada dekade kelima atau keenam. Namun, pada perempuan umumnya dijumpai pada usia lanjut (lansia) atau sesudah menopause. Faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya artritis gout antara lain, penyakit komorbiditas seperti kegemukan, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan diet tinggi purin serta konsumsi alkohol. Di samping itu obat-obatan tertentu dapat menyebabkan penurunan ekskresi asam urat. Contohnya, obat diuretik yang digunakan pada penderita sakit jantung atau pirazinamid yang digunakan pada penderita TBC.

Apabila tidak diobati dengan cara yang benar artritis gout dapat menimbulkan serangan yang berulang, menjadi penyakit sendi menahun disertai pembentukan tofus (benjolan berisi kristal-kristal asam urat) serta dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi di samping kurusakan pada sendi itu sendiri. Komplikasi yang mungkin timbul adalah penyakit jatung, penyakit ginjal (batu ginjal), dan penurunan kualitas hidup maupun produktivitas kerja akibat nyeri, kecacatan karena kontraktur sendi serta peningkatan biaya pengobatan.***

Sumber: dr Laniyati Hamijoyo, SpPD-KR, M Kes. (Konsultan Reumatologi, staff pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin Bandung), */Pikiran Rakyat.