• rss

MAPAG SRI, Cara Petani Syukuri Hasil Bumi

arsip kula|Kamis, 18 April 2013|01.05
fb tweet g+
MAPAG SRI Cara Petani Syukuri Hasil Bumi
SAAT yang paling ditunggu petani adalah panen. Ketika itu, jerih payah mereka berbulan-bulan, sejak menanam hingga merawat, bisa terbayar. Maka tak heran jika berbagai bentuk perayaan digelar sebagai bentuk rasa syukur. Berkaitan dengan panen, di beberapa daerah di Indramayu, dikenal tradisi dengan istilah “Mapag Sri”.

Dalam bahasa Jawa, “mapag” berarti “menjemput”, sedang “sri” bermakna padi. Secara sederhana, “mapag sri” bisa diartikan sebagai tradisi menjemput padi, atau menjemput panen. Waktu pelaksaannya beberapa saat sebelum “panenraya” di desa tertentu, seperti yang digelar di Desa Juntinyuat Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, Minggu (31/3). Tradisi setahun sekali ini, digelar saat panen diperkirakan akan berlangsung baik.

Sejak pagi, sejumlah petani memulai aktivitas dengan menghias arak-arakan berupa sepasang “pengantin”, semacam boneka laki-laki dan perempuan. “Pengantin” tersebut kemudian di masukkan ke dalam kotak penuh hiasan dengan bentuk dasar berupa burung garuda. Di dalam kotak tersebut, digantungkan pula sejumlah ornamen berupa beragam hasil bumi.

Kemudian sekitar pukul 9.00 WIB, arak-arakan tersebut dibawa ke balai desa dengan diiringi nayaga lengkap beserta sindennya. Sementara di balai desa, petani lain dan sejumlah tokoh masyarakat menyiapkan arena untuk pertunjukan wayang kulit (berisi cerita seputar kehidupan agraris nenek moyang masyarakat setempat). Setibanya di balai desa “pengantin” dikeluarkan dari dalam garuda dan duduk di kursi layaknya mempelai pada resepsi pernikahan. Tak lama berselang pertunjukan wayang kulit dimulai.

Tepat tengah hari, selepas salat duhur, pertunjukan wayang kulit kembali dilanjutkan. Namun sebagian besar petani kembali membawa arak-arakan berkeliling di Desa Juntinyuat. Kali ini jumlah rombongan bertambah. Selain “pengantin”, garuda, dan nayaga, puluhan becak pun ikut ambil bagian. Rombongan ini kemudian berkeliling desa. Di bagian depan, ada anggota rombongan yang membawa kotak untuk diisi “saweran” dari warga yang sudah menunggu di pinggir jalan. Sementara di bagian tengah, ada juga anggota rombongan yang membawa ember, diantaranya berisi beras dan sejumlah jenis bunga. Dia bertugas menaburkan isi ember tersebut di setiap persimpangan jalan yang dilintasi.

Sekembalinya ke balai desa “pengantin” kembali disimpan pada tempatnya.

Sementara gelaran wayang terus berlanjut hinga tengah malam. Dalam beberapa hari ke depan, para petani Desa Juntinyuat siap menuai hasil jerih payah mereka di sawah. Hari Senin (1/4) mereka menuntaskan Mapag Sri, cara petani mensyukuri hasil bumi.

Sumber: Teks dan Foto J Pambudi / Pikiran Rakyat, Senin 1 April 2013