• rss

Sekilas Tentang Tutunggulan

arsip kula|Jumat, 18 Februari 2011|17.58
fb tweet g+
Sekilas Tentang Tutunggulan
Seni tradisional yang berkultur masyarakat agraris, diantaranya yaitu seni tutunggulan. Seni tunggualan masih bertahan keberadaanya di Desa Cacaban Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang. Alat yang digunakan dalam seni tutunggulan adalah halu (alu) dan lisung (lesung).

Kata tutunggulan, berasal dari kata nutu (menumbuk). Nutu itu sendiri adalah kegiatan atau pekerjaan menumbuk gabah kering hingga menjadi beras, atau dari beras menjadi tepung. Nutu biasanya dikerjakan oleh ibu-ibu antara empat sampai enam orang dan ayunan halu yang saling bergantian mengenai bagian lisung sehingga menimbulkan suara/bunyi. Dan itu menjadi bagian hiburan ibu-ibu untuk menghilangkan rasa lelah selama nutu.

Sebelum tutunggulan berkembang menjadi sebuah kesenian, Tutunggulan digunakan sebagai alat untuk memanggil warga supaya menghadiri acara pertemuan di kampung tersebut. Tutunggulan juga dimainkan jika terjadi samagaha (gerhana) bulan atau matahari.

Dari kebiasaan itulah, akhirnya muncul seni tutunggulan, hanya saja ketika dimainkan tidak menumbuk padi tetapi langsung menumbukkan halu-nya ke lisung. Dari ayunan halu itu menghasilkan suara-suara sesuai dengan keinginan yang memainkannya.