(ilustrasi: id.wikipedia.org) |
Wayang disini dapat berarti bayangan atau gambar atau citraan atau anggita. Dalam pagelaran wayang kulit ini dipimpin juga diceritakan dan disutradarai oleh Dalang, yaitu orang yang mempunyai keahlian menggerakkan dan melakonkan wayang. Demikian juga haruslah ahli dalam olah batin, cendikiawan, ahli dalam pustaka serta paham tentang gending-gending. Tidak kalah penting juga adanya inprovisasi, yaitu kebebasan dalang untuk mengisi jalan cerita asal tidak keluar dari jalur pakem atau disebut sanggit, sebab dalam pementasan wayang tidak ada naskah baku atau Balungan Lakon. Lah dulunya wayang sebagai alat pemujaan seperti ruwatan, sadran dan bersih desa (tolak bala). Kemudian berkembang menjadi sebagai alat pengajaran agama, pendidikan, penerangan dan sebagainya, tapi yang jelas sebagai alat hiburan.
Unsur yang menarik dari pagelaran wayang ini adalah pesan yang terselubung dari dalam setting ceritanya, hal ini biasanya barkait dengan masalah kemasyarakatan, kritik sosial, politik, pesan moral-etika, informasi, sikap hidup dan sebagainya. Bagian ini sering muncul pada tengah-tengah acara yaitu waktu Goro-goro, keluarga para Punakawan: Gareng, Petruk, Bagong, dan bapaknya yaitu Semar Badranaya yang isinya guyonan sambil lelagon (nyanyi).
Wayang kulit ini terbuat dari kulit kerbau yang diukir dengan rincian sangat rumit serta diwarnai dengan cat, kemudian diberi penyangga berupa tangkai dan penggerak pada tangannya biasanya terbuat dari tanduk kerbau.
Penggambaran wayang pada umumnya adalah para dewa, manusia, raksasa atau jin-setan, satwa dan lambang alam lainnya. Satu perangkat (satu kotak) terdiri 150-300 jenis wayang.
Untuk memainkan wayang yaitu berada di depan kelir yaitu layar putih yang berarti jagad atau dunianya wayang, kemudian tangkainya ditancapkan di atas gedebong (batang pisang) yang berarti buminya atau sebagai pijakannya.
Untuk penerangannya disorot dengan lampu yang disebut blencong yaitu berarti matahari atau bulan, bermaksud pula adalah pandangan yang Maha Kuasa.
Kemudian simpingan yaitu wayang yang tidak dimainkan sisanya ditata di samping-samping dalang, yang akan adalah simbol kebaikan dan yang kiri adalah simbol kejelekan.
Kemudian pengiring cerita oleh dalang adalah gending-gending dari gamelan jawa yang ditambah dengan wiraswara serta sinden.
Pementasan wayang kulit ini biasanya sampai pagi, maka dibagi menjadi 3 bagian yaitu, pathet nem, pathet sanga, dan pathet mayura, dayang bermaka kelahiran, pertumbungan atau kehiduapan dan kematian.
Kisah cerita dibangun sekitar kelahiran, pernikahan, sayembara, wahyu, pengangkatan, kepahlawanan dan perang. Bersumber dari cerita Arjunasasra, Ramayana, dan mahabarata ditambah dengan mitologi adat Jawa juga kisah ciptaan dalang itu sendiri.
Sebetulnya di dalam cerita-cerita wayang kulit ini banyak sekali ajaran tentang pandangan hidup, ketauladan yang perlu kita ambil contoh, tentunya sambil berhibur. Caba cermati kalau nonton wayang lagi,… tapi sampai selesai.
--o0o—
Tulisan Wayang Purwa Jawa yang disimpan di archive69/arsip kula ini. Sumbernya berasal dari sablonan pakaian (kaos) anak-anak yang dijual di salah satu tempat wisata Ibu Kota.
salam