Babarik (Foto: detikhot.com)
Dalam sumber aslinya (
su.wikipedia.org berbahasa Sunda), artikel ini masih satu bagian dengan postingan
arsip kula sebelumnya
Istilah di Sunda yang Berhubungan dengan Kehamilan.
Berikut di bawah ini
adat ngariksa nu kakandungan, yang telah dialih bahasakan:
--o0o--
Adat
ngariksa (menjaga) yang sedang mengandung/hamil di Sunda sangat erat kaitannya dengan sistem kepercayaan orang Sunda, yang mempunyai sifat – menurut Muhtar Lubis dalam Manusia Indonesai – percaya akan tahayul. Maksud adanya adat
ngaraksa yang hamil yaitu untuk menjaga yang hamil dari pengaruh mahluk halus serta mengaruh buruk dari kekuatan alam yang mempunyai sifat gaib.
Tarekah/usaha untuk menjaganya dilakukan dengan cara, seperti; mengadakan
salametan/syukuran atau sidekah
mekelan/memberi yang hamil berupa barang-barang yang diyakini mempunyai kekuatan tolak bala atau sebagai ajimat yang bisa memperhatikan dan menjaga supaya yang hamil tidak melanggar larangan/
pantrangan leluhur.
Usia kandungan sampai dua bulan biasanya disebut
ngadeg atau
nyiram. Usia kandungan tiga bulan diadakan
salametan/syukuran
tilu(tiga)
bulanan. Pada umumnya
salametan tilu bulanan cukup dengan
ngabubur beureum/merah n
gabubur bodas /putih yang merupakan inti atau syarat yang harus ada dalam
salametan mengikuti adat kebiasaan leluhur/
karuhun. Untuk orang berada selain
ngabubur beureum ngabubur bodas biasanya membuat/menyediakan juga tumpeng.
Setelah
salametan tilu bulanan diadakan kembali syukuran saat usia kandungan 5, 7, 9 bulan. Ada keharusan mengadakan syukuran tiap hitungan ganjil usia kandungan. Pada syukuran yang kedua mengadakan
hajat bangsal.
Bangsal yang ditempatkan di
bokor serta bagian atasnya ditutup daun w
aluh/labu. Maksud kata
bangsal secara metonomis mirip dengan kata
bengsal (sial). Sedangkan kata
waluh secara metonomis menyerupai/mendekati pada kata waluya. Jadi maksud utama mengadakan hajat bangsal yaitu menghilangkan segala kesialan dan diganti dengan kawaluyaan.
Syukuran ketiga dilaksanakan waktu kandungan tujuh bulan, merupakan syukuran paling besar diantara keempat syukuran. Syukuran ini biasa disebut
tingkeban atau
babarik (Ciamis),
babarit (Majalengka). Setelah
tingkeban urusan menjaga yang hamil jadi tanggung jawab
paraji/dukun anak.
Tingkeban merupakan syukuran kehamilan paling meriah (
pangceuyahna) dari upacara-upacara lainnya, karena banyaknya proses upacara dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi. Waktu usia kandungan sembilan bulan dilaksanakan lagi syukuran yang keempat. Syukuran ini disebut
lolos dan
sedekah lampu.
Lolos (makanan yang terbuat dari tepung beras, gula dan santan yang dibungkus daun pisang) supaya waktu melahirkan, bayi keluarnya lancar dan selamat, sedangkan lampu memiliki maksud supaya bayi dilahirkan mempunyai hati yang terang. Biasanya menggunakan lampu
cempor/damar atau lampu tempel.
Tak kurang dari 31
pantrangan/larangan untuk yang hamil, diantaranya; tidak boleh tidur tak berbantal sebab bisa jadi masalah waktu melahirkan; tidak boleh duduk di lawang panto/pintu sebab bisa-bisa sulit melahirkan (biasanya disebut
ngalong); tidak boleh makan rebusan telur sebab nanti anaknya bisa-bisa bisulan di kepala; tidak boleh makan nanas sebab bisa-bisa anaknya korengan; tidak boleh mencicipi sop/sayur/
angeun langsung di sendok sebab bisa-bisa anaknya jelek; dan sebagainya.
Selain
pantrangan/larangan untuk yang hamil (pihak wanita), ada juga
pantrangan/larangan buat suaminya, diantaranya; tidak boleh menyembelih binatang, tidak boleh menyiksa binatang; tidak boleh memancing; tidak boleh adu ayam, tidak boleh adu domba, dan sebagainya. Dan juga orang lain pun tidak boleh menyinggung perasaan yang sedang hamil. Kalau suami istri terpaksa harus mengerjakan sesuatu yang dilarang/
pantrang, harus mengucapkan seperti ini “
utun inji hayu urang motongan hayam, tapi kale ulah saptotongna lamun lain potonganana” (*
utun inji ayo kita potong ayam, tapi hati-hati jangan asal potong)
--o0o--
* Biasanya bayi yang masih dalam kandungan disebut
utun inji.
Seperti itulah ritual masa kehamilan yang ada di tatar Sunda. Hasil alih bahasanya mungkin jauh dari sempurna. Tapi kenapa saya
keukeuh peuteukeuh penterjemahkannya, sekalipun bukan
tukangnyah. Pertama, kalo masih
pake bahasa Sunda, takutnya sobat yang sempat berkunjung tak paham maksudnya (
siga cina dipangwayangkeun). Seperti postingan
dongeng Sunda, tak sedikit yang kurang paham. Tapi biarkanlah itu hanya untuk para orang tua (
bapa jeung ema) Sunda ngantar anaknya keperaduan. Kedua, maksudnya inih mah biar kelihatan lebih beragam sajah tentang artikel kasundaan. (begitulah kira-kira teori pembenarannya, jangan ada yang protes
atuh yah! …
sayah mah ngan saukur ngiring jabung tumalapung …hehehe..)