Oleh: Hawe Setiawan
DALAM bahasa Indonesia baku, kata etnis adalah adjektiva alias kata sifat. Kata itu dipakai untuk menerangkan kata yang mendahuluinya. Contohnya, istilah kelompok etnis berarti sekelompok orang yang memperhatikan ciri-ciri entis tertentu.
Bahasa Indoensia menyerap kata etnis dari bahasa Inggris. Istilah aslinya adalah ethnic. Dalam bahasa Inggris, kata ethnic terutama berfungsi sebagai kata sifat, tapi sepertinya dapat juga berfungsi sebagai kata benda alias nomina. Salah satu variannya adalah ethnicity, yang dalam bahasa Indonesia biasanya dijadikan etnisitas, yaitu keadaan yang menunjukan ciri-ciri sekelompok orang.
Uniknya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi 2008, kata etnis hanya diserap sebagai kata sifat. Di situ diterangkan bahwa etnis adalah adjektiva dalam bidang antoropologi yang “berkenaan dengan ilmu tentang persebaran, kedaaan jasmani, adat istiadat, dan cara hidup berbagai macam orang”.
Meski begitu, banyak penutur bahasa Indonesia yang memakai kata etnis dalam fungsinya sebagai kata benda. Mereka menggunakan isitilah etnis Sunda, etnis Jawa, etnis Melayu, sebagainya. Seakan-akan mereka mengabaikan petunjung KBBI.
Sedikitnya ada dua kemungkinan penjelasan atas kesengajaan antara bahasa baku dan bahasa populer dalam pemakaian istilah etnis. Pertama, para penyusun KBBI barangkali kurang gaul. Mereka seakan tidak menggubris kegemaran para penutur bahasa Indonesia kini dalam urusan etnis. Kedua, para penutur bahasa Indonesia kini barangkali kurang percaya diri. Mereka seakan beranggapan bahwa kalau tidak ikut-ikutan menyerap segala yang berbau Inggris, hidup mereka bakal habis.
Misalnya, kita abaikan spekulasi demikian. Alih-alih berburuk sangka, kita dapat mengingat istilah suku yang kedengarkan bertabiat Indonesia. Dalam bahasa Indoensia, istilah ini mengandung banyak arti. Salah satu di antaranya adalah “kaki”, sama dengan arti suku dalam bahasa Sunda yang juga mengenal sampean dan cokor. Arti lainnya lebih kurang sama dengan atnis atau etnik.
Menurut KBBI, suku dapat berarti “golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar”. Contonya Indonesia adalah “bangsa yang besar:, dalam arti bangsa yang terdiri ata banyak suku bangsa, seperti raksasa yang memililki banyak kaki. Saking besarnya, Indoensia seringkali tidak cekatan mengurus kesemua sukunya. Pada 1950-an, misalnya ada suku yang merasa tersisihkan oleh suku lainnya, setelah reformasi, ada pula suku yang sering pasang aksi, sampai-sampai ingin melepasakan diri dari kumpulannya. Dengan kata lain, Indonesia seakan mengalami amputasi.
“Di Indoensia, yang terbagi menjadi sekian pulau ketimbang menjadi sekian lanskap, unit-unitnya adalah (dan selalu berupa) … kaum --- suku, suku bangsa --- wahana dan idiologi penghubung bagi identitas bersama; dan negeri ini hendak menjadi bangsa diantara bangsa-bangsa. Jawa, Aceh, Dayak, Dani; Muslim, Hindu, Kristen; Melayu, Cina, Papua --- itulah yang perlu disatukan. Dan apa yang diperlukan untuk menyatukan mereka adalah cerita yang meyakinkan mereka bahwa, bahwa berdasarkan kodrat dan alamnya, mereka terikat secara politik,” papar mendiang antropolog Clifford Geerts sewaktu membandingkan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Maroko dalam After the Fact (1995).
Kita catat kata kunci dari Geertz. Bagi Indonesia, “suku atau “suku bangsa” dianggap sebagai satuan terkecil yang menjadi “connective medium and ideology of general identity”.
Jauh-jauh hari sebelum orang Indonesia keranjingan bahasa Inggris, raja dangdut Rhoma Irama dan jutaan penduduk Indonesia lainnya sudah terbiasa menggunakan istilah Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Melayu, dan sebagainya. Pada Zaman autokrasi Soeharto, aksara “S” dalam akronim “SARA” yang berbisa itu mengacu pada istilah suku pula. Malah pernah orang Indonesia memakai istilah “sukuisme” entah apa artinya.
Jika hari ini kita lebih cenderung memakai etnis ketimbang memakai suku, barangkali soalnya bukan sekedar lupa atau abai terhadap kosakata warisan leluhur. Jangan-jangan, kita sedang menyangsikan, masihkan suku atau suku bangsa merupakan satuan terkecil yang mempertautkan bagian-bagian Indonesia satu dengan yang lainnya.
Sumber: Pikiran Rakyat
Sudah “Etnis”, Lupa “Suku”
pepep [saukur dogdong pangrewong]
neundeun
judul : Sudah “Etnis”, Lupa “Suku”
url : http://archive69blog.blogspot.com/2012/08/sudah-etnis-lupa-suku.html?m=0
neundeun
judul : Sudah “Etnis”, Lupa “Suku”
url : http://archive69blog.blogspot.com/2012/08/sudah-etnis-lupa-suku.html?m=0