• rss

“Derenten” Kebun Binatang Bandung

arsip kula|Selasa, 23 Oktober 2012|23.18
fb tweet g+
Derenten Kebun Binatang Bandung
R. Ema Bratakoesoema (Foto: Pikiran Rakyat)
DERENTEN adalah sebutan bahasa Sunda untuk Kebun Binatang Bandung. Kata dalam bahasa Sunda itu sesungguhnya diserap dari bahasa Belanda.

“DIERENTUIN” (taman hewan) yang dibangun pada 1930 oleh orang Belanda bernama Hoogland bersama orang asli Sunda bernama R. Ema Bratakoesoema (kelahiran Baregbeg, Kab. Ciamis tahun 1901) dengan modal patungan, dibawah suatu perkumpulan bernama Bandoengsch Park (BZP). Mendapat mengesahan Gubernur Hindia Belanda No.32 pada 12 April 1933, yang luasnya kurang lebih 14 ha dan hingga kini belum berubah.

Sebelum kemerdekaan, ketika Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942, Hoogland kembali ke Belanda. Sejak itu pengelolaan dilakukan oleh R. Ema Bratakoesoema dkk., sampai Indonesia merdeka pada 1945. Sekitar 1957 Hoogland datang kembali ke Indonesia, tetapi sudah tidak berminat mengelola. Dia berpesan kepada R. Ema Bratakoesoema agar meneruskan pengelolaannya dan meminta kembali uang bekas kongsi pendirian Taman Hewan. Permintaan itu harus diperjuangkan oleh R. Ema Bratakoesoema dengan menjual sejumlah kekayaannya baik di Baregbeg Ciamis maupun yang ada di Bandung dan dalam tenggang waktu tertentu permintaan tersebut dapat dipenuhi.

Sejak saat itu BZP oleh para pengelola dan anggotanya sejumlah orang Belanda dan Indonesia dibubarkan. Derenten menjadi murni milik R. Ema Bratakoesoema. Kemudian R. Ema Bratakoesoema mendirikan Yayasan Margasatwa Tamansari (Bandung Zoological Garden) pada 20 Februari 1957 berdasarkan akta pendirian No. 44 sebagai badan hukum dari Notaris Tan Eng Kiam yang kemudain disahkan dalam Lembaran Negara No. 96/9 November 1963 yang dikenal sebagai Kebun Binatang Tamansari Bandung. Yayasan tersebut telah diperbaharui sesuai dengan Undang-undang No. 25 tahun 2005 tentang Yayasan dengan pengesahan Menteri Hukum dan HAM no.32 Tahun 2012 Lembaran Negara No. 10 tanggal 2 Februari 2010.

Tahun 1984, R. Ema Bratakoesoema meninggal dunia. Beliau berpesan kepada keluarganya, supaya seni ketuk tilu harus terus tampil setiap minggu di kebun binatang. Selain bermaksud untuk melestarikan budaya Sunda, hal itu juga untuk menghibur para mengunjung kebun binatang.
--o0o--

Artikel diatas yang disimpan di arsip kula ini, merupakan sebagian dari hasil tulisan Sudaryo wartawan senior, Humas Kebun Binatang Bandung, dimuat di media cetak Pikiran Rakyat Edisi Sabtu 11 Agustus 2012.

Apabila sobat ingin lebih tahu tentang gambaran berwisata ke Kebun Binatang Bandung. Sobat bisa mengunjungi situs tipswisatamurah.com.