Menjadi organisasi yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Barat, Paguyuban Pasundan dibentuk di Jakarta (ketika itu Batavia) pada 1913. Siswa-siswa STOVIA yang berasal dari etnis Sunda sering berkumpul setiap Sabtu malam dan bercakap-cakap dalam bahasa Sunda. Lewat pertemuan itu meraka merasakan perlunya ada persatuan di antara orang-orang Sunda dan adanya satu wadah pergerakan di bidang Sosial-budaya. Saat Volksraad (Dewan Parlemen) berdiri, Paguyuban Pasundan kemudian memperlebar gerakannya di ranah politik.
Illistrasi: Parmaali/*PR* | ||
Lokasi | : | Jalan Sumatera No. 41, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung |
Berdiri | : | 1905 – 1915 |
Luas tanah | : | 1.630 M2 |
Luas banguan | : | 460 M2 |
Perkembangan sejarah | : | Didirikan sebagai rumah tinggal militer lalu pada 1939 dijadikan kantor pusat Paguyuban Pasundan |
Gaya arsitektur yang lazim dipilih untuk gedung-gedung militer itu adalah gaya neo-klasik. Dengan simetri, garis-garis bersih, dan penampilan rapi (uncluttered), Pemerintah Hindia-Belanda seakan ingin menunjukkan kedisiplinan dan kekokohan militernya melalui rancang bangunan. Karena itu, tak heran jika Gedung Paguyuban Pasundan pun ikut menggunakan gaya arsitektur ini. Namun, di gedung Paguyuban Pasundan gaya neo-klasikal tersebut dipadukan juga dengan gaya klasik-romantik. Hal ini terlihat dari ornamen atap jendela yang berbentuk melengkung, yang jadi ciri khas gaya klasik-romantik. Kedua desain ini dapat ditemui di bangunan-bangunan yang didirikan pada awal abad ke-19 seperti Kantor Detasemen Markas Kodam III/Siliwangi di Jalan Kalimantan Kota Bandung. Hampir berusia 100 tahun, saat ini gedung masih berdiri tegak bak saksi seluruh aktivitas Paguyuban Pasundan, yang usianya juga sudah mencapai satu abad.
Sumber: Vetriciawizach/Periset *Pikiran Rakyat** Minggu, 9 Desember 2012