Bahkan hingga pergelaran kesenian tradisional Angklung Bungko di Teater Terbuka Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat (Dago Tea House), Sabtu (5/10/2013) berakhir. Beberapa diantaranya langsung menghampiri para nayaga untuk bertanya semua hal tentang kesenian tradisional Angkulng Bungko yang diperkirakan sudah berusia 100 tahun lebih.
Rasa penasaran ratusan penonton yang memadati sebagian tempat duduk Teater Terbuka Dago Tea House akan kesenian Angklung Bungko, sebenarnya bukan terletak pada, shalawat nabi atau syair yang dikumandangkan. Tetapi lebih kepada gerak tarian yang dibawakan enam pria bertelanjang dada mengenakan kacamata hitam, yang memiliki daya magis penuh pesona.
Adapun magis, bila dilihat sepintas dari gerakan tarian yang dibawakan terasa sangat monoton dan mengundang kebosanan. Keenam pria hanya melakukan gerakan salah satu tangan di lipat di dada atau di punggung dan satunya lagi direntangkan. Sesekali gerakan yang dilakukan berulang-ulang dengan posisi badan turun, juga diikuti dengan kaki yang dijungkit-jungkit atau digeser.
RETNO HY/*PR*
Tarian Bungko yang terdiri atas enam tarian dipentaskan sekaligus tanpa jeda, diiringi musik angklung bungko sebagai alat musik inti ditambah kendang, gong, kitir, tutukan, dan kecrek. Gerakan tarian seperti gerakan jurus ilmu bela diri yang dilakukan secara perlahan, bahkan cenderung banyak diam menggambarkan pasukan Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut) Kerajaan Cirebon, Ki Gede Bungko saat mengislamkan Ki Gede Petak Perlaya.
“Ada banyak generasi muda yang ingin menekuni kesenian Bungko ini, tapi baru tahap awal melaksanakan latihan di atas pasir atau lumpur saja sudah tidak kuat. Apalagi memasuki tahap selanjutnya mengatur atau menahan napas dan konsentrasi menenangkan pikiran, tidak banyak yang berhasil bahkan banyak yang gagal dan tubuh sulit digerakan,” terang Ki Hongkong.
Dari waktu ke waktu kesenian tradisional Angklung Bungko yang selalu ditampilkan dalam setiap upacara tradisional, semisal Hajat lembur, Bersih lembur dan lainnya, semakin sulit mencari penari pengganti. Karenanya melalui Program Revitalisasi Seni Tradisional Balai Pengelolaan Taman Budya Jawa Barat memasukkannya kesenian Angklung Bungko untuk direvitalisasi, dan Sabtu (5/10/2013) malam dipergelarkan dengan berbagai pertanyaan yang masih belum terjawab serta semakin mengundang rasa penasaran.
Sumber: Retno HY/*Pikiran Rakyat**, Senin 7 Oktober 2013