• rss

Pusaka-pusaka di Bumi Alit Kabuyutan Disucikan

arsip kula|Kamis, 16 Januari 2014|12.46
fb tweet g+
Tepat pada 12 Rabiul Awal yang kerap disebut Maulid atau Sura menjadi momentum bagi sebagian masyarakat di Jawa Tengah maupun Jawa Barat untuk melaksanakan tradisi mencuci benda-benda pusaka. Tak terkecuali di Situs Bumi Alit Kabuyutan, Desa Lebakwangi, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, yang mengadakan acara serupa, Selasa (14/1/2014).

Cagar budaya yang luasnya sekitar 600 meter persegi penuh sesak oleh manusia. Apalagi, saat digelar upacara pencucian benda-benda pusaka peninggalan zaman perunggu.

Acara diawali dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Menurut sesepuh Bumi Alit Kabuyutan, Tatang Tarmana, acara yang digelar setiap 12 Rabiul Awal (Maulid) tersebut juga dipergunakan ajang silaturahmi keluarga besar Kabuyutan maupun masyarakat Kecamatan Arjasari. “Anggota keluarga yang terikat tali silsilah Kabuyutan pasti akan datang meskipun mereka tinggal di luar Kabupaten Bandung, bahkan yang berada di luar Pulau Jawa,” kata Tatang.

Silaturahmi antarwarga, kata Tatang, juga ditandai dengan makan bersama (botram) dengan warga. Mereka membuka bekal makanan masing-masing.

“Rasa kekeluargaan maupun persaudaraan terus kami jaga. Bentuknya bisa sederhana seperti makan bersama di areal Situs Bumi Alit Kabuyutan,” kata Tatang

**

Pusaka-pusaka di Bumi Alit Kabuyutan Disucikan
Foto: bumialitkabuyutan.blogspot.com
Puncak acara yang dinanti-nanti ratusan warga yang hadir adalah dengan pencucian (ngarumat) benda-benda pusaka milik Bumi Alit Kabuyutan. Ratusan warga berebut air sisa pencucian benda-benda pusaka yang dianggapnya bisa mendatangkan manfaat dan berkah untuk kehidupannya.

Pusaka yang dicuci diantaranya seperangkat gamelan goong renteng Embah Bandong, kujang, buli-buli (tempat menyimpan wewangian), tombak, dan sumbul.

“Khusus sumbul ditutup kain putih dan tidak boleh dibuka sama sekali oleh siapa pun. Lapisan penutup luar boleh dibuka ketika sudah rusak dan diganti dengan yang baru. Namun, tetap saja tidak boleh melihat wujud asli sumbul,” tuturnya.

Menurut Tatang, keturunan Kabuyutan Lebakwangi boleh membuka sumbul asalkan sudah bisa membuka rahasia yang ada pada dirinya. “Makna ini sebagai upaya pembelajaran agar kita melakukan introspeksi diri sebelum mengoreksi orang lain,” tutur Tatang.

Sementara itu, Rucita yang kerap dipanggil Deden Sego mengatakan tradisi pencucian barang-barang pusaka milik Bumi Alit Kabuyutan sudah terjadi sejak lama. “Air dari cucian ditampung lalu diperebutkan ratusan warga yang hadir. Hanya, air itu disarankan sebatas mencuci muka dan tidak boleh diminum karena ada unsur karat dari besi benda pusaka,” katanya.

Apalagi, mutu air untuk mencuci benda pusaka juga saat ini juga kurang baik karena sebagian tercemar limbah rumah. “Kalau dulu air di Desa Lebakwangi masih bagus karena lingkungan alamnya masih terjaga,” kata Rucita.

Sumber: Sarnapi/*Pikiran Rakyat** Rabu, 15 Januari 2014